Seperti Apa Perbedaan Tulang Normal dan Osteoporosis?
ditinjau oleh dr. Carlinda Nekawaty
Menurut data Kemenkes RI tahun 2020, prevalensi osteoporosis di Indonesia cukup tinggi, yaitu sekitar 23% pada wanita berusia 50–80 tahun, dan meningkat menjadi 53% pada wanita berusia 80 tahun ke atas.
Angka ini menunjukkan bahwa semakin bertambah usia, risiko tulang menjadi rapuh semakin besar.
Untuk memahami kondisi ini lebih jelas, penting bagi Anda mengetahui perbedaan tulang normal dan osteoporosis.
Perbedaan Tulang Normal dan Osteoporosis
Osteoporosis adalah penyakit yang melemahkan tulang, membuatnya lebih tipis, dan kurang padat. Penderita osteoporosis lebih rentan mengalami patah tulang atau cedera.
Berikut perbedaan tulang normal dan tulang pada penderita osteoporosis:
1. Kepadatan Tulang
Tulang normal umumnya padat, kuat, dan mampu menopang berat tubuh serta menyerap benturan dengan baik.
Seiring bertambahnya usia, kepadatan tulang memang akan berkurang secara alami. Namun, tulang yang masih sehat tetap memiliki kemampuan untuk memperbarui diri melalui proses yang disebut remodeling.
Sebaliknya, pada osteoporosis, tulang kehilangan kepadatan atau massa lebih banyak dari seharusnya. Jaringan tulang baru yang terbentuk tidak dapat mengimbangi jaringan tulang yang hilang, sehingga membuat tulang jauh lebih rapuh.
Inilah mengapa orang dengan osteoporosis lebih rentan mengalami patah tulang, bahkan akibat aktivitas ringan atau jatuh kecil.
Jika Anda berusia 50 tahun ke atas dan pernah mengalami patah tulang, sebaiknya pertimbangkan untuk melakukan tes kepadatan tulang guna memastikan kondisi kesehatan tulang Anda.
2. Struktur Tulang
Dilihat dari strukturnya, perbedaan tulang normal dan osteoporosis terlihat jelas.
Pada tulang sehat, struktur dalamnya menyerupai sarang madu (honeycomb) yang rapat, padat, dan saling terhubung dengan kuat. Jaringan ini membuat tulang mampu menopang tubuh dan melindungi organ dengan baik.
Sedangkan pada tulang dengan osteoporosis, struktur tersebut menjadi lebih rapuh dan keropos.
Rongga-rongga kosong di dalam tulang membesar, sehingga membuat tulang mudah retak atau patah.
Kondisi ini paling sering menyerang tulang panggul, pergelangan tangan, serta tulang belakang yang bisa menyebabkan nyeri hebat hingga perubahan postur tubuh.
Gejala Osteoporosis
Osteoporosis tidak menimbulkan gejala yang jelas seperti sakit kepala, demam, atau nyeri perut. Artinya, Anda mungkin tidak akan langsung menyadari bahwa tulang sudah mulai melemah.
Banyak orang baru mengetahui dirinya mengalami osteoporosis setelah mengalami patah tulang, padahal hanya karena jatuh ringan atau kecelakaan kecil yang seharusnya tidak menimbulkan cedera serius.
Walaupun tidak memberikan tanda langsung, ada beberapa perubahan pada tubuh yang bisa menjadi sinyal bahwa kepadatan tulang telah menurun.
Pada kasus yang berat, beberapa gejala osteoporosis yang bisa Anda perhatikan antara lain:
- Tinggi badan berkurang. Kehilangan tinggi badan sekitar 2,5 cm (satu inci) atau lebih bisa menjadi tanda bahwa tulang belakang Anda mulai mengalami pengeroposan.
- Perubahan postur tubuh. Tulang belakang yang melemah dapat menyebabkan tubuh cenderung membungkuk atau condong ke depan. Postur alami pun berubah seiring berjalannya waktu.
- Sesak napas. Jika kepadatan tulang belakang berkurang dan bantalan tulang (disk) tertekan, kapasitas paru-paru juga bisa menyempit. Hal ini membuat Anda lebih mudah merasa sesak napas.
- Nyeri punggung bawah. Osteoporosis bisa menyebabkan retakan kecil (fraktur) pada tulang belakang bagian bawah atau lumbar spine, sehingga muncul rasa nyeri yang mengganggu aktivitas sehari-hari.
Penyebab Osteoporosis
Osteoporosis sebenarnya bisa dialami siapa saja, baik pria maupun wanita. Namun, ada beberapa faktor yang membuat sebagian orang lebih berisiko mengalaminya.
Mengetahui penyebab osteoporosis penting agar Anda bisa melakukan pencegahan sejak dini. Berikut beberapa faktor utama yang dapat memicu terjadinya osteoporosis:
1. Usia
Seiring bertambahnya usia, kemampuan tubuh untuk meregenerasi sel tulang akan menurun.
Proses regenerasi ini biasanya mulai melambat ketika seseorang memasuki usia 35 tahun. Pada usia muda, tubuh masih aktif memproduksi sel tulang baru sehingga kepadatan tulang tetap terjaga.
Namun, ketika kemampuan ini menurun, tulang akan menjadi lebih rapuh. Jika sejak muda kepadatan tulang tidak terjaga dengan baik, risiko osteoporosis akan semakin besar di kemudian hari.
Bila Anda sudah berusia 65 tahun, pernah mengalami patah tulang setelah usia 50, atau memiliki riwayat keluarga dengan osteoporosis, sebaiknya lakukan pemeriksaan kepadatan tulang secara berkala.
2. Keturunan
Faktor genetik juga berperan dalam risiko osteoporosis. Jika ada anggota keluarga yang pernah mengalami osteoporosis, maka kemungkinan Anda mengalami hal serupa akan lebih tinggi.
Hal ini disebabkan oleh warisan gen yang memengaruhi kualitas tulang dan kemampuan tubuh dalam mempertahankan kepadatan tulang.
3. Menopause
Wanita lebih rentan mengalami osteoporosis dibandingkan pria. Salah satu alasannya adalah perubahan hormon, terutama setelah menopause.
Pada masa ini, kadar estrogen dalam tubuh wanita menurun drastis. Padahal, estrogen memiliki peran penting dalam melindungi kepadatan tulang.
Akibatnya, tulang wanita lebih cepat kehilangan massa dan menjadi rapuh setelah memasuki usia menopause.
4. Kurangnya Kalsium dan Vitamin D
Kalsium merupakan mineral utama yang membentuk tulang, sementara vitamin D membantu tubuh menyerap kalsium dengan lebih efektif.
Jika tubuh kekurangan kedua nutrisi ini, kepadatan tulang akan menurun. Kekurangan asupan kalsium dan vitamin D dalam jangka panjang bisa menjadi salah satu penyebab osteoporosis yang paling sering terjadi.
Pencegahan dan Penanganan Osteoporosis
Osteoporosis memang tidak bisa sepenuhnya disembuhkan, tapi ada banyak cara yang bisa dilakukan untuk memperlambat perkembangannya dan menjaga tulang tetap kuat.
Ini beberapa langkah penting dalam penanganan osteoporosis:
1. Rutin Olahraga
Olahraga teratur adalah salah satu cara terbaik untuk menjaga kekuatan tulang. Aktivitas fisik tidak hanya memperkuat tulang, tetapi juga melatih otot, tendon, dan ligamen agar tubuh tetap stabil.
Contohnya, berjalan kaki, yoga, atau pilates. Jenis olahraga ini efektif meningkatkan keseimbangan dan mengurangi risiko jatuh tanpa memberi tekanan berlebihan pada tulang.
2. Konsumsi Suplemen
Selain olahraga, memenuhi kebutuhan nutrisi tulang juga sangat penting. Tubuh memerlukan kalsium dan vitamin D dalam jumlah cukup untuk menjaga kepadatan tulang.
Kadang, asupan dari makanan saja tidak cukup, sehingga dokter bisa merekomendasikan suplemen tambahan, baik yang dijual bebas maupun dengan resep khusus.
Salah satu suplemen yang bisa membantu adalah Caltron, yaitu suplemen tulang dan sendi yang bermanfaat untuk memelihara kesehatan tulang.
3. Pantau Kesehatan Tulang
Sudah dijelaskan di atas bahwa terdapat perbedaan tulang normal dan osteoporosis. Nah, bagi Anda yang memiliki risiko tinggi atau sudah terdiagnosis osteoporosis, sangat penting untuk rutin memantau kondisi tulang.
Dokter biasanya akan melakukan pemeriksaan densitas tulang dengan alat DXA scan secara berkala.
Tes ini berguna untuk melihat sejauh mana penurunan kepadatan tulang yang terjadi, serta agar dokter bisa menentukan langkah penanganan selanjutnya.
Melihat penjelasan di atas, jelas sekali bahwa perbedaan tulang normal dan osteoporosis sangat signifikan, baik dari segi kepadatan maupun struktur tulang.
Tulang normal lebih padat dan kuat, sementara tulang yang terkena osteoporosis menjadi rapuh dan mudah patah.
Mengetahui perbedaan membuat Anda bisa lebih waspada untuk menjaga kesehatan tulang sejak dini, agar risiko osteoporosis bisa diminimalisir di masa tua.
Yuk, terus jaga kesehatan Anda dan keluarga dengan beli suplemen dan obat dari Pyfa Health!





